Minggu, 31 Oktober 2010

Terima Kasih, Statistika


Sejak kecil aku selalu membuat impian berbeda dengan kebanyakan teman-temanku. Ketika hampir semua anak ingin jadi dokter atau polisi, aku malah ingin menjadi psikolog. Di dalam pikiranku menjadi psikolog adalah sesuatu hal yang unik dan menarik. Ketika orang lain menyampaikan keluh kesahnya dan kita hanya menyediakan telinga, sedikit memberi saran, kemudian tentu saja dibayar. 

Namun, seiring berjalan waktu aku mulai merasa psikolog bukan pekerjaan yang mengasyikkan. Aku mulai tertantang dengan hal-hal baru yang menurutku lebih menarik untuk dijalani. Jurnalistik. Aku mulai tertarik dengan segala hal yang berbau dengan tulisan dan berita terkini. Segala hal yang berubah dengan cepat membuat pekerjaan ini tidak pernah kehilangan sensasi. Selalu ada yang baru. Yang menarik adalah cara para jurnalis menyajikan isi berita yang relatif sama dalam kemasan yang berbeda. 

Lagi-lagi kekagumanku tidak berujung pada apapun. Jalan hidup yang kupilih justru tidak pernah terlintas dalam kamus cita-citaku dulu. Bergelut dalam ilmu eksak dan mengais rejeki dari sini tak pernah terbayangkan sebelumnya. Bagi sebagian besar orang matematika dan segala hal yang berhubungan dengan itu tidak lebih dari sekedar hapalan rumus, latihan soal, dan ujian. Namun, bagiku dan orang-orang di sini matematika adalah kehidupan yang menentukan mau makan apa kami besok. Menjadi seorang statistisi mungkin bukan impian kami, tetapi inilah jalan yang harus ditempuh. Tidak dapat dipungkiri betapa susahnya menyesuaikan iklim otakku yang terbiasa menganggur untuk beradaptasi dengan tumpukkan angka.

Aku harus belajar bertanggung jawab dengan pilihan apapun yang telah kubuat, termasuk ketika aku memilih untuk terjun ke dalam ilmu ini. Aku harus ahli dalam bidang ini, setidaknya tidak terlalu buta dengan dunia yang kujalani sekarang. Akhirnya aku menyadari bahwa ternyata statistika tidak sesulit yang aku duga. Ada sisi menarik di dalamnya ketika kita bisa menganalisis suatu masalah hanya dengan dua jawaban pasti, ya atau tidak. Sebuah pemikiran yang bertolak belakang dengan ilmu sosial dimana selalu memperhitungkan banyak aspek yang kebanyakan abstrak. Mungkin inilah kelebihan sekaligus kelemahan dari ilmu eksak. 

Apapun itu, aku bersyukur telah diberi kesempatan untuk belajar lebih banyak tentang ilmu statistik yang akhirnya memberiku pemikiran logis, kecukupan materi, prestise, juga cinta.
                                                                                                                                    _cita_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar