Minggu, 07 November 2010

Sebongkah Mimpi di Usia Muda

Saya yakin setiap orang pasti memiliki keinginan menjadi kaya, atau setidaknya tidak kekurangan dalam hal materi. Menjadi miskin memang bukan sesuatu yang menyenangkan. Namun, hanya segelintir orang yang mampu menjadi "orang". Entah itu karena warisan, hibah, atau yang paling tinggi prestisenya adalah kaya karena hasil keringatnya sendiri. Tak peduli dari keluarga mana dia berasal.

Saya memiliki sahabat yang sangat berjiwa bisnis. Hampir semua barang menjadi komoditi yang diperdagangkan olehnya. Dia tidak hanya berjualan secara offair, tetapi juga secara on line melalui berbagai macam situs gratis. Dia pernah cerita kalau keuntungan yang dia ambil bisa sampai 100 persen. Terlepas hal itu termasuk riba atau tidak, yang jelas itu fantastis! Terlebih barang jualannya hampir selalu laris manis diserbu pembeli. Bisa dibayangkan betapa besar keuntungan yang dia dapat.

Satu hal yang sangat membuat saya kagum adalah ketika dia bilang bahwa keuntungan yang dia dapat selama ini ternyata dia sisihkan sebagian untuk ditabung buat biaya haji. Dia sangat ingin menginjakkan kaki di tanah suci. Ternyata dari penampilannya luarnya yang terkesan hedonis, dia juga memikirkan kebutuhan akhiratnya. Hal ini pula yang membuat saya malu sebagai manusia. Saya hanya bisa membuat banyak impian besar, tetapi banyak diantaranya hanya nol besar hanya karena saya enggan memulai langkah awal. Saya selalu menganalisis berbagai macam kemungkinan buruk yang mungkin saja muncul. Saya begitu takut jatuh sehingga pada akhirnya saya tidak pernah benar-benar melangkah maju.

Hingga suatu saat saya belajar lagi sahabat saya itu. Dia bilang habis kehilangan uang beberapa juta karena ditipu teman bisnis. Uangnya dilarikan kabur tanpa jejak. Dia menyesali keadaan, tapi tidak lama kemudian dia bangkit lagi dengan memulai bisnis baru yang berbeda. Dia melangkah lagi seperti tak pernah terjadi apa-apa. Obsesinya menjadi kaya mampu membuatnya selalu optimis. Sekali lagi saya berhasil dibuat malu olehnya. Sudah banyak yang dia lakukan untuk mimpinya, sedangkan saya hanya menjadi penonton dari jatuh bangunnya orang.

Sebenarnya saya tidak benar-benar diam. Saya juga bergerak, saya juga melangkah. Namun, saya cepat jenuh dengan segala hal yang teratur dan terkesan monoton. Saya selalu mencari variasi sebelum menyelesaikan pekerjaan yang lama. Hal ini membuat banyak hal yang saya lakukan tidak pernah selesai. Tidak pernah mencapai klimaks. Sekarang pun saya sedang mencari di tumpukan mimpi-mimpi saya, apakah ada impian yang benar-benar menarik untuk diwujudkan sehingga membuat saya hidup dan berkembang di dalamnya. Saya ingin menjadi seseorang yang tidak hanya menjadi penggembira, tetapi saya juga ingin  menjadi seseorang yang juga diperhitungkan. Karena saya ada, tidak hanya sebuah nama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar